Tingginya
minat masyarakat melaksanakan ibadah haji dan umroh ternyata mendorong
biro perjalanan umroh dan haji memanfaatkan sebagai peluang bisnis, sehingga kemudian muncul Multi Level Marketing (MLM) Haji-Umroh. Atas
dasar fenomena itu kemudian banyak aduan dari masyarakat yang masuk ke
Kementrian Agama (Kemenag) tentang penipuan yang dilakukan oleh beberapa
biro perjalanan Haji Umroh yang tidak bertanggung jawab.
Maraknya
penyalahgunaan Praktik MLM perjalanan haji dan umroh membuat Kemenag
melarang secara resmi penyelenggaraan haji plus dan umroh dengan sistem
MLM dengan mengeluarkan surat edaran No. Dj.VII/HJ.09/10839/2012
tertanggal 26 Desember 2012. Ironisnya meskipun sudah dilarang oleh
Kemenag, masih saja banyak biro perjalanan Haji-Umroh yang melakukan
praktik MLM. Dengan “tidak digubrisnya” larangan Kemenag itu maka
menarik perhatian Prodi manajemen FE UII bekerjasama dengan Lembaga
Ombudsman Swasta (LOS) DIY menggelar diskusi publik, Sabtu (27/4) di kampus FE UII Condong catur dengan topik menarik “Meninjau Hukum Multi Level Marketing Haji-Umroh : Halal atau Haram?”.
Diskusi yang dihadiri sekitar 50 orang tamu undangan dari masyarakat umum dan akademisi ini
menghadirkan 4 pembicara antara lain Fuad Zein, MA (MUI DIY), Drs. H.
Yazid, MM (Dosen FE UII/Pakar manajemen Pemasaran), Drs. H. M. Sularno,
M.Ag (Ketua Prodi Syariah FIAI UII), H. Aidi Johansyah, S.Ag (Kemenag)
dan sebagai moderator Nursya’bani Purnama, SE., M.Si.
Fuad
Zein mengatakan bahwa MLM adalah kegiatan menjual atau memasarkan
langsung suatu produk baik berupa barang maupun jasa kepada konsumen
sehingga produk yang diperjual belikan harus ada. “Kalau di haji dan
umrah, produk apa yang dijual?” tanya Fuad Zein. Fuad Zein menduga bahwa
haji dan umroh bukan MLM murni yang dijalankan, tapi menjurus kepada
money game. Salah satu modelnya dengan menjual janji-janji harga murah. Masyarakat yang tidak memahami karakteristik penawaran akan terpikat oleh janji biaya murah dibanding biaya dan
umroh secara resmi. Model yang dipraktekkan ternyata cara berantai atau
arisan, sehingga logis kalau berakhir dengan kekecewaan. Ada indikasi
gharar (ketidakpastian), dan masuk kategori jual beli batil karena tidak
terpenuhinya salah satu rukun jual beli yaitu objek jual beli.
Sementara
M. Sularno memaparkan MLM Haji dan Umroh dari tinjauan Fiqh. Dalam Fiqh
Islam, semua bentuk bisnis (terasuk menggunakan system pemasaran MLM)
hukum asalnya adalah adalah halal, terdasar pada kaidah Fiqhiyyah”..
sedangkan asal dari hukum transaksi/ mu’amalah adalah halal, kecuali
jika terdapat dalil yang melarangnya. Hal demikian tentu saja selama
bisnis yang dilakukannya memenuhi unsur syari’ah dan terbebas dari
unsur-unsur haram, antara lain : riba, garar, tadlis (penipuan), maisir,
zulm(kezaliman dan eksploitasi), dan barang/jasa yang dijual mengandung
unsur haram.
Dengan
mencermati kasus yang ada, melalui diskusi publik ini diharapkan
masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap penawaran haji dan umrah
murah dengan sistem MLM. Masyarakat harus tahu apakah MLM haji dan umrah
tidak merugikan dan mengecewakan dimana harus memenuhi sejumlah persyaratan diantaranya
adalah memiliki surat izin usaha penjualan langsung (SIUPL) , ada
penjenjangan up line dan down line yang masing-masing memiliki
kesempatan sama untuk berhasil, keuntungan dan keberhasilan distributor
MLM sepenuhnya ditentukan oleh hasil kerja keras dalam bentuk pembelian
dan penjualan produk perusahaan yang dihitung berdasarkan hasil
penjualan pribadi dan anggota jaringannya, biaya pendaftaran murah dapat dipertanggungjawabkan, insentif yang diterima seseorang (up line) tidak berasal dari pengurangan hak downline-nya.
sumber : http://fecon.uii.ac.id
Trus tindak lanjutnya pemerintah gmna ya Pak? terhadap hal tesebut?
ReplyDelete